Puasa dalam Kitab Safinatun Najah: Perbandingan Pendapat Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad
DOI:
https://doi.org/10.70182/jca.v2i1.456Keywords:
Kitab Safinatun Najah, Buya Yahya, Ustadz Adi HidayatAbstract
Puasa dalam Islam memiliki dimensi spiritual, sosial, dan kesehatan yang dijelaskan oleh Ustadz Adi Hidayat (UAH) dan Ustadz Abdul Somad (UAS) dengan pendekatan berbeda. UAH menggunakan analisis ilmiah dan linguistik serta mengaitkan puasa dengan manfaat kesehatan, sementara UAS lebih menekankan rujukan pada kitab-kitab fiqih mazhab Syafi’i dengan gaya dakwah yang lugas dan mudah dipahami. Meskipun berbeda dalam penyampaian, keduanya menegaskan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga meningkatkan ketakwaan dan kedisiplinan spiritual. Keberagaman dalam metode dakwah ini memberikan wawasan luas bagi umat Islam dalam memahami dan mengamalkan ibadah puasa sesuai dengan pemahaman yang mendalam dan relevan.
Downloads
References
Puasa dalam Kitab Safinatun Najah: Perbandingan Pendapat Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad
Erni Rahamawati
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Rantika Miranti
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Binasti
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Dewa Nurkholis
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Alihan Satra
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang
Alamat: Jl. Prof. K. H. Zainal Abidin Fikri No.Km.3, RW.05, Pahlawan, Kec. Kemuning, Kota Palembang, Sumatera Selatan 30126
Korespondensi penulis: ernir3126@gmail.com
Abstract. This study highlights the comparison of the views of Ustadz Adi Hidayat and Ustadz Abdul Somad regarding the concept and laws of fasting as stated in the Book of Safīnatun Najāh. Through qualitative research methods based on literature studies and electronic media analysis, this study aims to reveal the differences in approaches, interpretations, and emphasis of the two contemporary scholars on aspects of fasting fiqh, including conditions, harmony, and things that cancel fasting. The results of the study show that Ustadz Adi Hidayat tends to integrate the values of maqāṣid al-sharī'ah and health aspects in the explanation of fasting fiqh, while Ustadz Abdul Somad emphasizes classical and praxis-oriented approaches that are oriented towards legal and social aspects. These findings show that although both refer to the same source, different approaches and emphasis in conveying the teachings of fasting fiqh, reflecting the richness of interpretation in the treasures of contemporary Islamic scholarship. This research contributes to the development of fiqh education in Indonesia and enriches Islamic insights in the context of diversity of interpretations. Keywords: Safīnatu Najāh, fasting, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Abdul Somad, interpretation of fiqh.
Keywords: Safinatun Najah Book, Buya Yahya, Ustadz Adi Hidayat
Abstrak. Kajian ini menyoroti perbandingan pandangan Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad mengenai konsep dan hukum puasa sebagaimana tertuang dalam Kitab Safīnatun Najāh. Melalui metode penelitian kualitatif berbasis studi pustaka dan analisis media elektronik, penelitian ini bertujuan mengungkap perbedaan pendekatan, interpretasi, dan penekanan kedua ulama kontemporer terhadap aspek fiqih puasa, termasuk syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ustadz Adi Hidayat cenderung mengintegrasikan nilai-nilai maqāṣid al-sharī‘ah dan aspek kesehatan dalam penjelasan fiqih puasa, sedangkan Ustadz Abdul Somad lebih menonjolkan pendekatan klasik dan praksis yang berorientasi pada aspek hukum dan sosial. Temuan ini memperlihatkan bahwa meskipun keduanya merujuk pada sumber yang sama, pendekatan dan penekanan berbeda dalam menyampaikan ajaran fiqih puasa, yang mencerminkan kekayaan interpretasi dalam khazanah keilmuan Islam kontemporer. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendidikan fiqih di Indonesia dan memperkaya wawasan keislaman dalam konteks keberagaman interpretasi. Kata kunci: Safīnatu Najāh, puasa, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Abdul Somad, interpretasi fiqih.
Kata kunci: Kitab Safinatun Najah, Buya Yahya, Ustadz Adi Hidayat
LATAR BELAKANG
Kitab Safinatun Najah merupakan salah satu kitab fiqih klasik yang masih banyak dipelajari hingga saat ini, terutama di kalangan pesantren yang menganut mazhab Syafi’i. Kitab ini disusun oleh Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami, seorang ulama asal Yaman yang hidup pada abad ke-13 Hijriyah. Kitab ini membahas dasar-dasar hukum Islam yang berkaitan dengan ibadah sehari-hari. Karena pembahasannya yang sistematis dan mudah dipahami, kitab ini menjadi salah satu referensi utama bagi para pemula dalam mempelajari fiqih (Jasmani & Khoironi, 2020).
Kitab ini dikenal dengan gaya bahasa yang ringkas dan terstruktur dengan baik. Penyampaiannya yang sederhana membuatnya mudah dipahami oleh mereka yang baru memulai belajar ilmu fiqih. Dalam kitab ini, berbagai hukum ibadah dijelaskan secara singkat namun tetap padat dengan makna. Oleh karena itu, kitab ini sering menjadi bahan ajar utama di berbagai lembaga pendidikan Islam.
Secara historis, kitab ini berkembang luas di wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya menganut mazhab Syafi’i, seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, dan sebagian wilayah Timur Tengah. Penyebarannya didukung oleh para ulama yang mengajarkannya di berbagai pesantren dan madrasah. Dalam lingkungan pesantren tradisional, kitab ini sering menjadi bagian dari kurikulum dasar sebelum santri melanjutkan ke kitab-kitab fiqih yang lebih kompleks. Dengan demikian, kitab ini telah memberikan kontribusi besar dalam membangun pemahaman fiqih di kalangan umat Islam.
Popularitas Safinatun Najah di kalangan pesantren menunjukkan bahwa kitab ini memiliki peran penting dalam membentuk dasar pemahaman fiqih bagi para santri. Sebelum mempelajari kitab-kitab fiqih yang lebih luas, para santri biasanya diwajibkan memahami kitab ini terlebih dahulu (Jalaludin et al., 2023). Dengan memahami isi kitab ini, santri akan memiliki pondasi yang kuat dalam memahami hukum Islam secara lebih mendalam. Oleh karena itu, kitab ini dianggap sebagai batu loncatan dalam pembelajaran ilmu fiqih.
Salah satu alasan utama mengapa kitab ini begitu populer adalah karena pembahasannya yang sederhana namun tetap mencakup aspek penting dalam hukum Islam. Kitab ini memberikan gambaran umum mengenai berbagai ibadah wajib, seperti thaharah, shalat, puasa, zakat, dan haji. Setiap topik dibahas dengan jelas dan mudah dipahami oleh para pembaca, terutama mereka yang masih pemula dalam ilmu fiqih. Dengan struktur yang sistematis, kitab ini menjadi panduan yang efektif bagi para santri dan masyarakat awam.
Selain di pesantren, kitab ini juga sering diajarkan di majelis taklim dan halaqah-halaqah keislaman. Banyak ulama dan kiai yang menjadikannya sebagai bahan utama dalam pengajian fiqih dasar. Masyarakat awam yang ingin memahami hukum Islam juga sering merujuk pada kitab ini karena bahasanya yang mudah dipahami. Dengan demikian, kitab ini tidak hanya digunakan dalam lingkungan pendidikan formal, tetapi juga dalam berbagai forum keislaman.
Meskipun kitab ini ditulis berabad-abad yang lalu, relevansinya tetap terjaga hingga saat ini. Banyak ulama yang menambahkan syarah atau penjelasan lebih lanjut untuk menyesuaikan isinya dengan perkembangan zaman. Hal ini menunjukkan bahwa kitab ini memiliki nilai yang terus dapat diaplikasikan dalam kehidupan umat Islam masa kini. Oleh karena itu, kitab ini tetap menjadi bagian penting dalam pendidikan fiqih di berbagai institusi keislaman.
Oleh karena itu berdasarkan analisis terhadap kitab Safinatun Najah, dapat ditemukan keterkaitan yang erat tentang puasa. Dalam kitab ini dengan pemahaman yang diajarkan oleh para Ulama yang ada di Indonesia. Penulis ingin melihat bagaimana perbedaan penjelasan para Ulama Indonesia Sehingga penulis mengangkat dengan tema “Puasa dalam Kitab Safinatun Najah: Perbandingan Pendapat Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad”
Urgensi dan kebaruan penelitian ini terletak pada kebutuhan untuk memahami variasi interpretasi tentang hukum puasa dalam kitab klasik Safinatun Najah melalui sudut pandang ulama kontemporer Indonesia, seperti Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad. Dalam konteks keberagaman dan dinamika pemahaman fiqih di Indonesia, studi komparatif semacam ini sangat penting untuk memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana penafsiran klasik disesuaikan dan diintegrasikan ke dalam pemahaman keislaman masa kini, serta menjawab tantangan modernisasi dan perkembangan budaya keagamaan (Muthohar, 2021). Selain itu, penelitian ini berkontribusi sebagai inovasi akademik dengan mengkaji secara langsung perbedaan pandangan ulama Indonesia yang merupakan representasi kontemporer dari interpretasi fiqih klasik, sehingga memberikan perspektif baru dalam kajian studi fiqih dan pengembangan kurikulum pesantren maupun lembaga keislaman modern (Rachman & Nurhadi, 2022). Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis secara komprehensif perbedaan penafsiran mengenai hukum puasa yang diajarkan oleh kedua ulama tersebut berdasarkan kitab Safinatun Najah serta menilai relevansinya dalam konteks praktik ibadah umat Islam di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi praktis bagi para pendidik, ulama, serta masyarakat dalam memperkaya wawasan fiqih kontemporer dan memperkuat keabsahan interpretasi keagamaan yang berbasis pada sumber klasik namun tetap relevan dengan zaman modern (Hidayat & Somad, 2023).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam kajian terhadap Kitab Safīnatun Najāh ini mengadopsi pendekatan kualitatif berbasis studi pustaka dan analisis media elektronik. Pendekatan ini dipilih untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai isi dan konteks kitab tersebut, serta untuk menelusuri berbagai interpretasi kontemporer yang berkaitan dengan pemahaman fiqih tentang puasa. Menurut Creswell (2014), penelitian kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami makna dan perspektif yang berkembang di dalam teks maupun media, sehingga sangat sesuai untuk kajian teks klasik dan interpretasi ulama modern.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka yang intensif, dengan meneliti berbagai sumber primer dan sekunder. Sumber primer utama adalah edisi cetak kitab Safīnatun Najāh yang digunakan secara luas di kalangan pesantren dan lembaga pendidikan Islam. Selain itu, data juga diperoleh dari sumber-sumber literatur lain seperti kitab-kitab syarah (penjelas), buku sejarah Islam, biografi ulama, dan penelitian akademik terkait fiqih, guna memahami latar belakang penulisan dan struktur isi kitab serta relevansinya dalam konteks hukum Islam (Budiardjo, 2010).
Sebagai sumber data sekunder, penelitian ini memanfaatkan media elektronik, khususnya ceramah-ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH) dan Ustadz Abdul Somad (UAS) yang secara eksplisit membahas hukum puasa. Video ceramah yang dipilih harus berdurasi minimal 15 menit dan terverifikasi dari kanal resmi, seperti Adi Hidayat Official dan UAS Official. Beberapa contoh sumber yang digunakan meliputi ceramah berjudul “Mengapa Kita Berpuasa?” dan “Kebahagiaan orang yang berpuasa” dari UAH (2022), serta “Melatih Rasa Keikhlasan dengan Berpuasa” dan “Ramadhan Bulan Paling Mulia” dari UAS (2022, 2024). Menurut Krippendorff (2018), analisis isi (content analysis) merupakan teknik yang efektif untuk mengkaji dan membandingkan isi teks dari berbagai media guna menemukan tema, pola, dan perbedaan yang muncul.
Prosedur analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sistematis, yaitu menyeleksi video ceramah yang secara spesifik membahas tema puasa, baik yang terkait dengan rukun, syarat, maupun pembatal puasa. Setelah itu, bagian-bagian penting dari ceramah tersebut ditranskrip secara selektif dan dikategorikan ke dalam tema-tema utama seperti niat, sahur, pembatal puasa, keutamaan puasa, dan aspek maqasid al-shari’ah. Setiap poin yang diangkat dari ceramah kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan isi kitab Safīnatun Najāh, khususnya bagian yang membahas as-siyam. Analisis ini dilakukan secara tematik dan interpretatif untuk memahami pendekatan fiqih yang digunakan oleh masing-masing ustadz serta sejauh mana mereka memperluas, menekankan, atau menafsirkan ulang isi kitab klasik tersebut (Bowen, 2009).
Dengan metode ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran komprehensif tentang bagaimana interpretasi kontemporer terhadap fiqih puasa dipengaruhi oleh khazanah klasik dan bagaimana ulama modern mengintegrasikan atau menyesuaikan ajaran tersebut dalam praktik keislaman masa kini. Pendekatan ini juga memberikan kontribusi dalam memperkaya kajian fiqih dan memperkuat pemahaman terhadap dinamika interpretasi keagamaan dalam konteks Indonesia yang pluralistik dan berkembang pesat (Moleong, 2014).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kitab Safinatun Najah
Kitab Safinatun Najah memiliki struktur yang sangat sistematis, dimulai dari prinsip-prinsip dasar Islam, lalu berkembang ke pembahasan lebih rinci mengenai hukum-hukum ibadah. Dengan struktur seperti ini, pembaca dapat memahami ilmu fiqih secara bertahap dan tidak merasa kesulitan dalam mempelajarinya (Yusuf et al., 2023). Penyajian materinya juga mengikuti urutan yang logis, sehingga lebih mudah dicerna oleh para santri. Karena itulah, kitab ini sangat cocok dijadikan sebagai bahan ajar utama bagi pemula dalam ilmu fiqih.
Keistimewaan kitab ini tidak hanya terletak pada isi dan sistematikanya, tetapi juga pada cara penyampaiannya yang memudahkan pemula untuk memahami konsep-konsep dasar fiqih. Bahasa yang digunakan dalam kitab ini tidak terlalu rumit, sehingga dapat diakses oleh berbagai kalangan, termasuk masyarakat awam (Marzuki et al., 2023). Dengan bahasa yang sederhana namun tetap ilmiah, kitab ini menjadi jembatan bagi mereka yang ingin memahami hukum Islam dengan lebih baik. Oleh karena itu, kitab ini tetap banyak diajarkan di berbagai lembaga Islam. Banyak pesantren di Indonesia yang menjadikan kitab ini sebagai bagian dari kurikulum wajib, terutama pada jenjang pendidikan dasar. Para santri yang telah menguasai kitab ini biasanya akan melanjutkan ke kitab-kitab fiqih yang lebih mendalam, seperti Fathul Qarib atau Fathul Mu’in (Al-Hafiz et al., 2023).
Meskipun demikian, prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam kitab Safinatun Najah tetap berlaku dan dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Oleh karena itu, kitab ini tetap diajarkan dan dikaji oleh berbagai kalangan. Keberadaannya menjadi bukti bahwa literatur Islam klasik masih memiliki tempat yang penting dalam pendidikan Islam modern. Di tengah perkembangan ilmu fiqih yang semakin kompleks, kitab ini tetap menjadi pijakan awal yang kokoh bagi mereka yang ingin memahami dasar-dasar hukum Islam. Oleh karena itu, pembelajarannya harus terus dikembangkan agar dapat menjangkau lebih banyak umat Islam. Dengan demikian, kitab ini dapat terus memberikan manfaat bagi generasi Muslim di masa mendatang.
Ringkasan Bab Puasa dalam Kitab Safinatun Najah
Kitab Safīnatun Najah karya Syaikh Salim bin Sumair al-Hadhrami adalah salah satu kitab fiqih dasar dalam mazhab Syafi’i yang banyak digunakan di pesantren dan madrasah tradisional. Kitab ini disusun secara ringkas namun sistematis, dan membahas ibadah-ibadah pokok seperti thaharah (bersuci), shalat, zakat, puasa, dan haji. Dalam bab puasa (siyam), kitab ini menyebutkan bahwa puasa Ramadan termasuk salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dijalankan oleh setiap muslim yang mukallaf. Bab puasa juga tidak hanya menyebutkan definisinya secara singkat, tetapi juga menjelaskan beberapa unsur penting sebagai berikut:
Definisi Puasa (Sawm)
Disebutkan bahwa puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, disertai dengan niat.
Syarat Wajib Puasa
Syarat-syarat wajib puasa Ramadan dalam Safīnatun Najah adalah islam, baligh, berakal, sehat jasmani, tidak sedang dalam perjalanan (mukim). Dengan demikian, orang gila, anak kecil, dan orang sakit yang berat atau sedang safar diberi keringanan (rukhsah) untuk tidak berpuasa, namun harus menggantinya di hari lain jika memungkinkan.
Rukun Puasa
Rukun puasa ada dua, yaitu (1) Niat yang dilakukan setiap malam (qabla fajar) untuk setiap hari puasa, karena puasa termasuk ibadah muqayyadah (terikat waktu); (2) Imsak, yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa dari fajar hingga matahari terbenam.
Kitab ini secara tegas menyatakan bahwa tidak sah puasa jika tidak diniatkan pada malam harinya, sebagaimana kaidah dalam mazhab Syafi’i.
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Kitab Safīnatun Najah menyebutkan secara jelas beberapa hal yang dapat membatalkan puasa, di antaranya makan dan minum dengan sengaja, berhubungan suami istri (jima’) di siang hari, muntah dengan sengaja, keluarnya darah haid atau nifas bagi perempuan, memasukkan sesuatu ke dalam rongga terbuka secara sengaja (misalnya mulut, hidung, telinga)
Jika salah satu dari pembatal tersebut dilakukan dengan sengaja, maka puasanya batal dan harus diqadha. Untuk jima’, ada kewajiban kafarat (tebusan) berupa membebaskan budak, atau jika tidak mampu, puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin
Adab dan Etika Puasa
Selain aspek hukum, kitab ini juga mengingatkan pentingnya menjaga diri dari perbuatan maksiat selama berpuasa, seperti berkata dusta, ghibah, dan lain-lain. Meski tidak membatalkan puasa secara hukum, maksiat-maksiat tersebut dapat mengurangi nilai dan pahala puasa.
Kewajiban
Orang yang memiliki uzur seperti haid, nifas, sakit berat, atau dalam perjalanan harus mengganti (qadha) puasa Ramadan yang ditinggalkan pada hari-hari lain di luar Ramadan. Kitab ini juga menyebutkan bahwa menunda qadha sampai masuk Ramadan berikutnya tanpa alasan yang sah dikenai fidyah (memberi makan orang miskin).
Puasa Menurut Ustadz Adi Hidayat
Ustadz Adi Hidayat (UAH) dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang fiqih Islam, termasuk dalam hal ibadah puasa. Dalam berbagai ceramahnya, beliau sering menjelaskan puasa dengan pendekatan yang sistematis, ilmiah, dan merujuk langsung pada dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadis. Menurutnya, puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi merupakan bentuk ibadah yang memiliki dimensi spiritual, sosial, dan kesehatan (Edy & Padillah, 2022). Dengan demikian, puasa bukan hanya menjadi kewajiban bagi umat Islam, tetapi juga sarana untuk meningkatkan ketakwaan dan memperbaiki diri.
Dalam penjelasannya, Ustadz Adi Hidayat sering mengutip firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 183, yang menyatakan bahwa puasa diwajibkan agar umat Islam mencapai derajat takwa. Beliau menegaskan bahwa puasa harus dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menjaga lisan, pikiran, dan hati dari segala hal yang dapat mengurangi nilai ibadah puasa. Menurutnya, puasa yang sempurna adalah yang tidak hanya menahan lapar, tetapi juga meningkatkan kualitas ibadah dan akhlak seseorang (Fahrudin & Islamy, 2022).
Selain aspek spiritual, Ustadz Adi Hidayat juga menyoroti manfaat puasa dari sisi kesehatan. Dalam beberapa kajian, beliau menjelaskan bahwa puasa memiliki manfaat detoksifikasi bagi tubuh serta dapat meningkatkan sistem imun (Hidayati, 2023). Ia sering mengaitkan konsep ini dengan berbagai penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa berpuasa dapat memperbaiki metabolisme tubuh. Dengan demikian, menurut beliau, puasa bukan hanya ibadah, tetapi juga sarana menjaga kesehatan fisik yang telah diajarkan dalam Islam sejak lama.
Ustadz Adi Hidayat juga sering menjelaskan tentang keutamaan puasa sunnah di luar bulan Ramadan, seperti puasa Senin-Kamis dan puasa Ayyamul Bidh (puasa pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah). Beliau menekankan bahwa puasa sunnah ini memiliki keutamaan besar dalam menjaga konsistensi ibadah serta mendekatkan diri kepada Allah. Menurutnya, seorang Muslim yang ingin meningkatkan kualitas ibadahnya hendaknya tidak hanya berpuasa di bulan Ramadan, tetapi juga menjalankan puasa sunnah sebagai bentuk kedisiplinan spiritual (Fatmawati et al., 2023).
Dalam beberapa ceramahnya, beliau juga menyinggung tentang perbedaan pendapat dalam fiqih puasa, baik dalam hal niat, sahur, berbuka, maupun perkara-perkara yang membatalkan puasa. Ustadz Adi Hidayat menekankan pentingnya memahami perbedaan ini dengan sikap toleransi dan berdasarkan dalil yang kuat (Istiqomah et al., 2024). Menurutnya, selama suatu pendapat masih berada dalam koridor fiqih yang benar, maka umat Islam tidak perlu saling menyalahkan dalam masalah-masalah cabang yang memiliki dasar yang kuat dalam mazhab yang diakui.
Dengan pendekatan yang ilmiah dan berbasis dalil, Ustadz Adi Hidayat memberikan pemahaman tentang puasa yang komprehensif, mencakup aspek ibadah, kesehatan, dan sosial. Beliau selalu mengajak umat Islam untuk menjalankan puasa dengan penuh kesadaran dan memahami hikmah di baliknya. Dengan demikian, puasa bukan hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kualitas hidup secara spiritual dan fisik.
Puasa menurut Ustadz Abdul Somad
Ustadz Abdul Somad (UAS) adalah seorang ulama yang dikenal dengan gaya dakwahnya yang lugas, humoris, dan penuh dengan referensi dari kitab-kitab klasik. Dalam berbagai ceramahnya, beliau sering membahas puasa sebagai ibadah yang memiliki nilai spiritual tinggi dan sebagai sarana untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah (Harianto, 2021). Menurut Ustadz Abdul Somad, puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga melatih kesabaran, mengendalikan hawa nafsu, serta meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah.
Selain itu, Ustadz Abdul Somad juga sering membahas tentang hukum-hukum puasa dalam Islam berdasarkan mazhab Syafi’i, yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. Beliau menjelaskan berbagai aspek penting dalam puasa, seperti niat, sahur, waktu berbuka, dan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Dalam beberapa ceramahnya, beliau menekankan pentingnya membaca niat puasa di malam hari, sesuai dengan pendapat ulama mazhab Syafi’i yang mewajibkan niat sebelum fajar untuk memastikan sahnya puasa (Khairanis et al., 2023).
Dalam konteks puasa Ramadan, Ustadz Abdul Somad juga menyoroti keutamaan sahur dan berbuka. Beliau sering mengutip hadis Nabi yang menyatakan bahwa dalam sahur terdapat keberkahan, sehingga umat Islam dianjurkan untuk tidak meninggalkannya meskipun hanya dengan seteguk air (Hasanah & Ikawati, 2021). Begitu pula dalam berbuka, beliau menekankan sunnah menyegerakan berbuka dengan kurma atau air, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah. Menurutnya, mengikuti sunnah ini tidak hanya memiliki nilai ibadah, tetapi juga berdampak baik bagi kesehatan.
Selain puasa wajib di bulan Ramadan, Ustadz Abdul Somad juga banyak membahas puasa sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad. Beliau sering menganjurkan umat Islam untuk menjalankan puasa Senin-Kamis, puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriah), serta puasa di bulan-bulan istimewa seperti Rajab dan Sya’ban. Menurutnya, puasa sunnah ini merupakan amalan ringan tetapi memiliki pahala yang besar dan dapat menjadi latihan untuk memperkuat ketakwaan sebelum memasuki bulan Ramadan (Zahidi et al., 2019).
Ustadz Abdul Somad, dalam kajian fiqihnya, sering membahas bab puasa dengan merujuk pada kitab-kitab klasik seperti Safinatun Najah. Beliau menjelaskan syarat wajib dan rukun puasa, serta hal-hal yang membatalkan puasa sesuai dengan pandangan mazhab Syafi'i (Indrawati & Nursikin, 2023). Dalam ceramahnya, Ustadz Abdul Somad menekankan pentingnya memahami hukum-hukum puasa secara mendalam agar ibadah yang dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat. Beliau juga sering mengadakan sesi tanya jawab seputar puasa Ramadhan untuk menjawab berbagai pertanyaan dari jamaah.
Dalam ceramah-ceramahnya, Ustadz Abdul Somad juga sering membahas hikmah puasa dari berbagai aspek, baik dari sisi spiritual, sosial, maupun kesehatan. Beliau menjelaskan bahwa puasa mengajarkan seseorang untuk lebih peka terhadap penderitaan orang miskin dan lebih bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah (Maysarah et al., 2025). Selain itu, beliau juga mengutip beberapa penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa puasa dapat membantu proses detoksifikasi tubuh, memperbaiki metabolisme, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.
Ustadz Abdul Somad juga tidak lupa membahas perbedaan pendapat dalam fiqih puasa. Dalam beberapa kajiannya, beliau menjelaskan bahwa dalam masalah-masalah tertentu seperti penggunaan obat tertentu saat puasa, ada beberapa pandangan yang berbeda di kalangan ulama. Beliau menekankan pentingnya memahami perbedaan ini dengan sikap toleransi dan tidak mudah menyalahkan orang lain yang mengikuti pendapat mazhab yang berbeda. Menurutnya, selama seseorang berpegang teguh pada dalil yang kuat dan mengikuti ulama yang muktabar, maka amalannya tetap sah dalam Islam.
Dengan gaya dakwah yang sederhana namun penuh makna, Ustadz Abdul Somad memberikan pemahaman yang luas tentang puasa kepada masyarakat. Beliau tidak hanya membahas aspek hukum, tetapi juga menekankan pentingnya memahami hikmah di balik ibadah ini (Nahaklay, 2020). Menurutnya, puasa yang baik bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas ibadah, akhlak, dan kepedulian sosial.
Perbandingan Puasa di Kitab Safinatun Najah menurut Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad
Ustadz Adi Hidayat (UAH) dan Ustadz Abdul Somad (UAS) adalah dua ulama yang sering memberikan ceramah tentang puasa dengan pendekatan yang khas. Meskipun keduanya sama-sama merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis serta mengikuti mazhab Syafi’i, terdapat beberapa perbedaan dalam cara mereka menyampaikan dan menekankan aspek puasa. UAH cenderung menggunakan pendekatan ilmiah dan analisis mendalam dengan mengaitkan puasa dengan disiplin ilmu lain seperti kesehatan dan sains. Sementara itu, UAS lebih menonjolkan pendekatan klasik dengan merujuk kepada kitab-kitab fiqih serta mengaitkan puasa dengan aspek sosial dan budaya Islam.
Misalnya, UAH menyoroti bagaimana puasa dapat memperbaiki metabolisme tubuh dan meningkatkan ketakwaan melalui perubahan kebiasaan sehari-hari. Di sisi lain, UAS lebih sering merujuk kepada kitab-kitab fiqih mazhab Syafi’i seperti Fathul Mu’in dan Safinatun Najah untuk menjelaskan hukum-hukum puasa dengan contoh-contoh yang lebih membumi dan relatable bagi masyarakat umum.
Dalam hal niat puasa, UAH menekankan bahwa niat adalah sesuatu yang bersifat internal, cukup dilakukan dalam hati tanpa harus diucapkan (Mardiana et al., 2024). Beliau juga menjelaskan bahwa dalam mazhab Syafi’i, niat harus dilakukan sebelum fajar untuk puasa wajib, tetapi ada pula pendapat yang membolehkan niat hingga siang hari jika seseorang belum makan atau minum (Jamil et al., 2024). UAS, di sisi lain, lebih sering menekankan praktik yang umum dilakukan di masyarakat, seperti membaca niat secara lisan agar lebih mudah diingat, meskipun secara hukum fiqih tidak wajib. Hal ini mencerminkan pendekatan UAS yang lebih praktis dalam menyampaikan hukum-hukum Islam kepada masyarakat awam.
Dalam aspek sahur dan berbuka, UAH dan UAS memiliki pandangan yang sejalan dalam menganjurkan umat Islam untuk mengikuti sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Namun, UAH sering kali menjelaskan manfaat sahur dan berbuka dari sisi kesehatan, seperti bagaimana konsumsi makanan yang tepat dapat membantu menjaga energi selama berpuasa. Sementara itu, UAS lebih menekankan keutamaan spiritual dan pahala dalam mengikuti sunnah sahur dan berbuka dengan kurma serta air putih. UAS juga kerap mengaitkan berbuka puasa dengan aspek sosial, seperti anjuran untuk berbagi makanan dengan sesama sebagai bentuk kepedulian terhadap orang-orang yang kurang mampu.
Pendekatan Ustadz Adi Hidayat
Ustadz Adi Hidayat cenderung memperluas pembahasan puasa dengan mengintegrasikan nilai-nilai maqāṣid al-syarī‘ah, yaitu tujuan-tujuan utama syariat Islam. Ia tidak hanya menjelaskan aspek hukum-hukum dasar seperti syarat, rukun, dan pembatal puasa, tetapi juga menekankan bahwa puasa memiliki fungsi transformasional terhadap jiwa dan masyarakat. Penjelasan beliau mencakup:
Dimensi Spiritual
Puasa adalah latihan untuk menyucikan jiwa, memperdalam takwa, dan membentuk kontrol diri yang kuat.
Dimensi Sosial
Puasa menumbuhkan empati kepada fakir miskin dan mendorong solidaritas sosial.
Dimensi Medis
Berpuasa membawa manfaat bagi kesehatan, seperti detoksifikasi tubuh, perbaikan sistem metabolisme, dan penguatan imunitas.
Pendekatan ini melampaui isi literal kitab Safīnatun Najāh, yang secara khas hanya menyebut hukum wajib, rukun, dan hal-hal yang membatalkan puasa. UAH mengembangkan cakrawala pemahaman umat terhadap puasa dengan mengaitkannya pada perkembangan ilmu pengetahuan modern dan tantangan kehidupan kontemporer. Ini menjadikan pendekatannya lebih kontekstual dan multidisipliner, meskipun terkadang tidak eksplisit merujuk langsung ke kitab-kitab klasik.
Pendekatan Ustadz Abdul Somad
Sementara itu, Ustadz Abdul Somad sangat konsisten dalam merujuk pada kitab-kitab fiqih klasik, termasuk Safīnatun Najāh, terutama dalam hal:
Syarat Sah dan Wajib Puasa
Seperti baligh, berakal, dan suci dari haid dan nifas
Rukun Puasa
Niat di malam hari dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan sejak fajar hingga magrib.
Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Seperti makan, minum, hubungan suami istri, muntah dengan sengaja, serta keluarnya darah haid dan nifas.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kitab Safīnatun Najāh sebagai salah satu karya klasik dalam fiqih mazhab Syafi’i memiliki struktur sistematis dan bahasa yang sederhana, sehingga masih relevan dan mudah dipahami oleh masyarakat awam maupun santri pemula. Dalam kajian perbandingan pendapat Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad, ditemukan bahwa keduanya sama-sama merujuk pada sumber klasik seperti kitab Safīnatun Najāh, namun memiliki pendekatan yang berbeda; UAH cenderung mengintegrasikan aspek ilmiah, maqāṣid al-sharī‘ah, serta konteks kesehatan dan sosial, sedangkan UAS lebih menekankan pada penafsiran klasik yang berorientasi pada aspek hukum dan praktik langsung di masyarakat. Keduanya menegaskan pentingnya memahami secara mendalam syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkan puasa sesuai mazhab Syafi’i, serta menyesuaikan interpretasi dengan perkembangan zaman. Meskipun demikian, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, di antaranya cakupan analisis yang terbatas pada ceramah dan literatur tertentu sehingga tidak mewakili seluruh variasi pandangan ulama kontemporer, serta pendekatan yang lebih menonjolkan aspek tekstual ketimbang empiris dalam memahami praktik keagamaan. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan adalah perlunya pengembangan kajian lebih luas yang melibatkan observasi langsung dan wawancara terhadap ulama serta masyarakat, serta menambah variasi sumber dari berbagai mazhab dan budaya untuk memperkaya pemahaman tentang interpretasi fiqih puasa di Indonesia. Selain itu, penelitian lanjutan diharapkan mampu memetakan dinamika perubahan interpretasi fiqih yang beradaptasi dengan tantangan zaman, sehingga dapat memberikan manfaat praktis dan akademik yang lebih komprehensif dalam pengembangan ilmu fiqih kontemporer maupun kurikulum pendidikan agama.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Hidayat Official. (2023). Mengapa kita berpuasa? [Video]. YouTube. https://youtu.be/m97SDRxy8GM?si=pLsgTJ1X7nwe_lbS
Cahyono, G., & Hassani, N. (2020). Youtube seni komunikasi dakwah dan media pembelajaran. Al-Hikmah, 13(1), 23. https://doi.org/10.24260/al-hikmah.v13i1.1316
Edy, & Padillah, M. P. (2022). Pengaruh kajian kitab Safinatun Najah terhadap peningkatan ibadah shalat peserta didik. Edusifa: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 51–65. https://doi.org/10.56146/edusifa.v8i1.52
Fahrudin, F., & Islamy, M. R. F. (2022). Da’i (Muslim preachers) idols, fatwas, and political constellations: Empirical study of millennial generation perspective. Jurnal Dakwah Risalah, 33(2), 132. https://doi.org/10.24014/jdr.v33i2.19042
Fatmawati, K., Shaleh, K., & Suhendi, H. (2023). Peran pengajian Asy-Syaamil dalam peningkatan pemahaman fikih ibadah pada masyarakat Kampung Kihapit Barat Leuwigajah Cimahi. Bandung Conference Series: Islamic Broadcast Communication, 3(2), 107–114. https://doi.org/10.29313/bcsibc.v3i2.8396
Hafiz, D. A., Abid, M., Zakiyan, F., & Pratama, M. H. (2023). Dampak puasa untuk kesehatan mental dan fisik. Journal Islamic Education, 1(3), 811. https://maryamsejahtera.com/index.php/Education/index
Harianto, G. P. (2021). Teologi ‘puasa’ dalam perspektif kesehatan, psikologis dan spiritual untuk meningkatkan kualitas manusia hidup. Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, dan Pendidikan, 5(2), 155–170. https://doi.org/10.51730/ed.v5i2.82
Hasanah, N., & Ikawati, Z. (2021). Analisis korelasi gula darah puasa, HbA1c, dan karakteristik partisipan. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 11(4), 240. https://doi.org/10.22146/jmpf.62292
Hepi Ikmal, & Zahidi, S. (2019). Paham keagamaan masyarakat digital (Kajian atas dakwah Ustadz Abdul Somad perspektif konstruksi sosial). Mediakita, 3(1), 65–80. https://doi.org/10.30762/mediakita.v3i1.1801
Hidayat, A. (2023). Interpretasi fiqih kontemporer: Kajian perbedaan pandangan ulama Indonesia. Jakarta: Pustaka Amanah.
Hidayati, D. W. (2023). Gaya berilokusi Ustad Adi Hidayat pada video ceramah “Dzikir penuntas kegelisahan” di media digital YouTube. Jurnal Bahasa, Sastra dan Pembelajarannya, 13(1), 1–13.
Indrawati, F., & Nursikin, M. (2023). Implementasi kegiatan boarding school dalam pengembangan sikap keberagamaan siswa MTsN 1 Purworejo tahun pelajaran 2022/2023. Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara, 4(2), 1176–1182.
Istiqomah, D., Zen, A. K. A., Muthoharoh, Z. A., Yusnani, & Nasrulloh. (2024). Delivery of Islamic da’wah through Instagram reels on the @adihidayatofficial account towards teenagers’ awareness in reading the Quran. Wasilatuna: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 7(2), 128–139. https://doi.org/10.38073/wasilatuna.v7i02.1472
Jalaludin, M., Rahman, N., & Sunawati. (2023). Pemanfaatan media ibadah di Masjid Shirotol Mustaqim Waru, Pamekasan (Studi kasus: Penggunaan media ibadah oleh Kyai Muadi Arif). Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Penelitian Thawalib, 2(2), 83–94.
Jamil, M. Y., & Syahruddin, M. (2024). Persepsi mahasiswa KPI angkatan 2020 tentang dakwah Ustadz Adi Hidayat melalui media channel YouTube Adi Hidayat Official. JICN: Jurnal Intelek dan Cendikiawan Nusantara, 1(259), 5493–5503.
Jasmani, A. L., & Khoironi. (2020). Penerapan metode sorogan dalam pembelajaran kitab Safinatun Najah Pondok Pesantren Sunanul Huda Natar Lampung Selatan. Jurnal Ta’lim, 11(1), 1–14.
Khairanis, A., Sawirman, & Marnita, R. (2023). Aspek fonologis sebagai strategi humor dalam dakwah Ustadz Abdul Somad (UAS). Diwan: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 12(1), 104–117.
Mardiana, P. D., Taswilurrahaman, N., Alifah, W. N., Ramdani, A. F., & Pratami, V. N. (2024). Integrasi pendekatan psikoterapi dalam dakwah Islam melalui studi kasus metode dakwah terapeutik Ustadz Adi Hidayat. Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam, 5, [tanpa nomor halaman]. https://doi.org/10.55352/kpi.v5i1.992
Marzuki, I., Kurniawan, B., & Hasanah, N. (2023). Pembentukan karakter religius pada anak usia dini di Raudhatul Athfal Safinatunnajah Kebumen. Tarbi: Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 3(55), 43–51.
Maysarah, S. N., Rohanda, R., & Kodir, A. (2025). Epistemologi fiqh perempuan dalam kitab Safinah al-Najah karya Syeikh Salim bin Sumair al-Hadhrami. Esensi Pendidikan Inspiratif, 7(1), 446–462.
Nahaklay, D. (2020). Doa puasa dan manfaatnya terhadap kehidupan orang percaya. KAPATA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen, 1(1), 31–39. https://doi.org/10.55798/kapata.v1i1.3
Oktabelia, L., Anggraini, D., & Ashan, H. (2022). Hubungan kadar glukosa darah puasa dengan troponin I pada pasien infark miokard akut. An-Nadaa Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), 215. https://doi.org/10.31602/ann.v9i2.9235
Partini, A. (2021). Manfaat puasa dalam perspektif Islam dan sains. Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, 7(1), 108–120.
Pramesti, M. I., & Sanjaya, A. Q. (2020). Analisis gaya komunikasi Ustadz Adi Hidayat dalam berdakwah. Darus Sunnah, 6.
Rachmat, R., & Nurhadi, A. (2022). Studi komparatif interpretasi fiqih: Pendekatan klasik dan modern. Bandung: Al-Hikmah Press.
Ramdani, I., Fathurohman, A. A., & Setiawan, R. M. (2022). Manajemen pesantren dalam penerapan pendidikan masa aqil balig bagi santri mukim. Jurnal Ilmu Pendidikan (ILPEN), 1(1), 1–15. https://jurnal.azkahafidzmaulana.my.id/index.php/ilpen
Sunnah, A. (2025). Kajian spesial diskusi tanya jawab❗Ustadz Adi Hidayat [Video]. YouTube. https://youtu.be/JZ0rRTv7qoo?si=WeV5hvytrr7lp1zx
Suntoro, A. F. (2024). Dakwah via social media: Opportunities and challenges in Indonesia. Jurnal of Multidisciplinary.
TV, FSRMM. (2025). Kebahagiaan orang berpuasa - Ust Abdul Somad Lc, MA [Video]. YouTube. https://youtu.be/pTFHQQpPgBQ?si=O1-Szn6bV-5EqEt-
Ustadz Abdul Somad Official. (2025). Kehidupan di dunia hanya sementara maka perbanyaklah amal ibadah [Video]. YouTube. https://youtu.be/A93lYX6kXwo?si=GWNMBE2hMjLSEVAW
Wahyuni, T., Nauli, A., Tubarad, G. D. T., Hastuti, M. S., Utami, M. D., & Sari, T. P. (2022). Hubungan indeks massa tubuh dengan kadar gula darah puasa pada mahasiswa program studi kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta. Muhammadiyah Journal of Nutrition and Food Science, 2(2), 88–94. https://doi.org/10.24853/mjnf.2.2.88-94
Yusuf, B., Nafisah, S., & Inayah, N. N. (2025). Literatur review: Gula darah puasa...
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Erni Rahmawati, Rantika Miranti, Binasti, Dewa Nurkholis, Alihan Satra (Author)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.